(1)
Ia yang mengaku bernama malam,
Mendatangiku saat gerhana
Melukiskan kilaunya embun pagi
Melambaikan tangan di ujung rembulan
Itukah engkau,malam?
Ataukah hanya lukisanmu di kanvas langit?
(2)
Oh ya,itu engkau
Kau hunjamkan mata kerdilmu
Ketika tanganmu menyematkan cincin sejuta cinta
Dingin,bisikmu
Aku mendengarnya seperti lagu lirih menembus lembut
gendangku
Merayap seperti kabut di kepalaku
Lalu kau berpaling, entah kemana
Kau pun terus mengalir dan hanya menyisakan peristiwa
– peristiwa yang harus dikenang
Aku datang kembali malam
Masihkah kau kenali?
Sementara di nadiku telah teraba deru gemuruh yang
menggema
Meredup terdepak alunan sukma
Mengharap engkau menemuiku malam
Aku merindukanmu
(3)
Oh malam, tahukah engkau?
Sandiwara yang kau ukir di kanvas tua, membuat hatiku terenyuh dayu
Derita batin hancur membisu
Melantun menari di atas derita qolbu
Tersiram luka dalam kepedihan
Tak ada asa lagi malam,tahukah engkau?
Duka nestapa sepanjang masa
Jujurlah wahai malam
Langit mana yang pernah kau lukis
Sedang bayang-bayang cakrawala selalu redup dan
mendung
Apakah di hatimu ada warna?
Aku tak pernah melihatnya berwarna wahai malam
Meski di kanvas langit yang tua sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar