Membatik
tidak hanya menjadi khazanah seni dan budaya bangsa Indonesia. Pengalaman
penulis selama mengajar di Songkhla Thailand Selatan, memberi warna baru
tentang seni dan budaya batik di negeri gajah putih tersebut.
Awalnya,
saya sempat terkejut dengan adanya ekstra membatik di negara tetangga, karena
kegiatan membatik merupakan salah satu khas Indonesia. Selain negeri Thailand,
sebenarnya ada beberapa Negara maju yang juga telah mewajibkan adanya kegiatan
‘membatik’ di dalam ektrakurikuler sekolah, seperti Jerman, Inggris, dan lain
sebagainya. Di lain sisi, saya juga merasa bangga, karena para budak (murid)
disini sangat antusias sekali dalam mempelajari bagaimana teknik membatik,
mengukir, mewarnai dengan menggunakan canting. Hal ini membuat saya
sungguh merindukan Indonesia.
Saya
berhipotesa mungkin karena letak kota Songkhla yang berada di kawasan Thailand
selatan. Meskipun di selatan, Songkhla masih termasuk daerah yang sedikit
penggunaan bahasa Malaya dalam kesehariannya. Di perbatasan sebelah barat Songkhla, ada kota Nathawi dan
Pathalung, sebelah selatan ada Hat Yai, sebelah timur ada Patani, lalu lanjut
sebelahnya yaitu Yala, Narathiwath, dan Malaysia. Hampir semua daerah
perbatasan tersebut menggunakan bahasa Malaya sebagai salah satu bahasa sehari-hari
mereka. Sangat dekat sekali bukan dengan negara tetangga (Malaysia)? Bahkan
jika kita hendak berkunjung ke Malaysia, kita tak perlu naik pesawat atau
kendaraan berat lain nya. Karena pihak negara telah menyediakan alat
transportasi berupa minibus, vein, ataupun kereta api. Harga pun terjangkau,
yaitu sekitar 500 Baht (200.000 Rupiah).
Maka,
mayoritas para penduduk Songkhla menggunakan bahasa Siam (Thai) dan Malaya
dalam kesehariannya. Meskipun bahasa Malaya tidak digunakan sebanyak bahasa
Siam (Thailand), namun tak sulit juga mencari orang yang panak cakap bahasa
Malaya.
Di
Sasana Bamrung School, para budak (murid) belajar selama lima hari dalam seminggu, terhitung sejak hari
Senin hingga hari Jum’at. Mulai pukul 07.00 pagi hingga setelah sholat Ashar
berjama’ah, sekitar pukul 16.15 sore. Saya bersama teacher-teacher lainnya
terkadang baru pulang sekolah sekitar pukul 16.30. Namun, cuaca sore di
Songkhla sangat panas menyengat, tak ubahnya pada siang hari. Mungkin faktor
letak sekolah dekat dengan pantai. Lagi-lagi.
Selama
di sekolah, para budak mempelajari berbagai mata pelajaran umum dan agama
layaknya sekolah-sekolah lainnya. Seperti Matematika, Sejarah, Tafsir, bahasa
Arab, bahasa Inggris, bahasa Thailand, bahasa Melayu, bahasa Indonesia, dan masih
banyak lagi. Khusus mata pelajaran bahasa Thailand di tingkat Pra’thom
Sueksaa (SD/MI), sekolah mendatangkan teacher perempuan
dari kerajaan secara resmi. Beliau beragama Siam (Budha). Uniknya lagi, untuk
para budak pada tingkat Mathayom (SMA/MA), terdapat mata
pelajaran beberapa bahasa yang harus mereka pelajari. diantaranya Melayu dan
Indonesia. Agak aneh, pikir saya.
Kembali
ke mata pelajaran para budak di sekolah, ternyata mereka juga ada extrakurikuler nya. Diantaranya
lingkungan sosial, ektra pramuka, bimbingan belajar, serta extra membatik.
Nah.. untuk extra yang terakhir ini saya sangat menyukainya.
Terkadang saya mengikuti
kegiatan ektra membatik yang rutin dilaksanakan di hari libur yaitu hari Sabtu
dan Ahad. Selain dua hari ‘istimewa’ tersebut, sebenarnya terkadang para budak
mencuri waktu istirahat sekolah untuk menyelesaikan kegiatan memberi warna,
atau sekadar menjemur hasil batik. Karena model pembelajaran extra ini adalah
dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam sebuah kelas. Satu kelompok
biasanya terdiri dari 4 atau 5 budak. Dengan pemberian tugas yang sama, yaitu
menghasilkan sebuah karya batik hasil kekreatifan tiap kelompok.
Dengan menorehkan cat
khusus batik di atas selembar kain khusus batik yang telah disediakan oleh teacher
kesenian yang akrab dipanggil dengan Beding (Abah Ding). Selama
keberadaan saya disana, beding memberikan tugas kepada para
budak untuk membuat sarung bantal hasil karya kegiatan membatik mereka sendiri
yang kreatif.
Semoga Negara kita tetap
mampu mempertahankan ke-khas-annya dalam hal membatik. Amin. :)
*Tulisan juga dimuat di
Koran Pendidikan Kota Malang pada tanggal 16 Maret 2015 Hal. 21