Selasa, 12 Mei 2015

Tepung?


Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata “tepung”?
Ya, pastinya kita langsung membayangkan sebuah serbuk berwarna putih, yang digunakan untuk membuat adonan roti ataupun campuran tahu tempe, atau mungkin tepung kanji untuk membuat jenang.
Tapi disini ada sesuatu yang berbeda, sangat unik. Dan itu tentang “tepung”
Berada di area sekolah dalam waktu lebih dari setengah hari, membuat perut saya harus tetap mendapatkan suplai makanan yang cukup. Jadi, selain sarapan di kantin sekolah, saya terkadang membeli camilan atau yang biasa kita sebut ‘jajan’ di koperasi sekolah. Koperasi yang selalu ramai ini terletak di samping kantin, menjual berbagai macam makanan ringan, makanan basah, minuman, alat tulis, dll. Harga yang ditarif pun relatif murah. Saya pernah membeli camilan seperti crispy keju seharga 2 Baht. Dan air minum bertapas seharga 5 Baht. Kantin tersebut dijaga oleh dua perempuan cantik yang biasa saya panggil “kakak”.
Lalu, apa hubungannya dengan tepung? Hehe...sebentar sebentar...
Selain camilan di koperasi sekolah, sebenarnya ada lagi satu warung. Terletak di luar gerbang sekolah. Tepat dua rumah samping sekolah. Warung kepunyaan salah satu teacher disini yang biasa saya panggil dengan sebutan “Kak Weh”. Orangnya ramah dan lucu, selalu membuat saya tertawa terutama jika terjadi salah paham dalam mengobrol dengan gaya bahasanya. Karena, kak Weh hanya mampu memahami bahasa Thailand dan sedikit Melayu. Jadilah, obrolan yang tak ada ujungnya karena tak ada yang paham di antara kami. Hahaha..
Di warung kak Weh, tak hanya tersedia camilan ringan, namun juga menyediakan makanan kenyang. Seperti mama haji (mie kuah dengan merk ‘Haji’), cakyau, mie hun, mie tom yam, dan masih banyak lagi. Tapi, para budak membeli di warung kak Weh hanya sepulang sekolah saja, karena ketika jam sekolah, mereka tidak diperbolehkan membeli camilan di luar gerbang.
Dan unik nya, semua camilan tersebut, mulai dari mie hingga jajan chiki atau coklat gery ataupun semua macam gorengan, para budak-budak dan teacher-teacher menyebut nya dengan sebutan “tepung”..?????
Ya, tepung!!!!
Saya terkekeh. Ingin tertawa. Bagaimana tidak? Camilan yang misalnya, di Indonesia sering kita sebut dengan merk chiki, gery, chocholatos, keripik, gorengan, sosis, dll. Sedangkan disini, kita hanya menyebut mereka dengan satu kata saja, yaitu tepung. Aneh, bukan? Semuanya dinamakan tepung. Saya tidak habis pikir, bagaimana jika ada salah satu budak yang ingin menitip camilan khusus ke teman kelasnya, apakah dia akan menyebut,”aku nitip beliin tepung yang ada coklatnya,”
Atau mungkin,”aku ingin makan tepung pisang goreng,”
Atau juga,”aku boleh nitip tepung yang rasa pedas?”
Haha.. membayangkan saja hampir membuat saya tak bisa menahan tawa. Dan mereka pasti akan membelikan apa saja. Karena tak ada inisial khusus untuk tepung satu ini. Unik. 

Assalamu’alaikum teacher... :)


Diantara semua kegiatan dari pagi hingga malam di Negeri seberang, yang satu ini merupakan kegiatan yang paling saya sukai. Berbaris depan gedung sekolah yang megah, menyambut kedatangan para budak-budak yang selalu bersemangat dalam menuntut ilmu. Pejuang Thailand yang sangat tangguh. Sambil sesekali mengobrol dengan teacher yang juga baris di samping saya, atau tersenyum ringan melihat keluguan budak-budak yang selalu ramai depan gedung.
Selain sapaan di depan gedung, biasanya ada juga yang menyapa saya ketika sedang turun tangga ke lantai satu (karena kantor saya terletak di lantai tiga),”Assalamu’alaikum teacher.” Saya hanya tersenyum dan berlalu.
Atau menyalami yang kemudian mereka senyum-senyum melihat saya berjalan hingga belokan tangga,

Ada juga yang kemudian menyalami saya layaknya teacher-teacher yang lain. Namun, ada yang berbeda dari budak tingkat Pra’thoum (SD). Mereka lebih akrab menyapa para teacher dengan sapaan pelukan hangat di tubuh. Setelah mengucapkan assalamu’alaikum tentunya. Dan itu tak hanya sekedar pelukan antara guru dan murid. Sungguh merindukan mereka.
Karena lantai gedung sekolah adalah suci. Dalam arti selain digunakan untuk belajar, bermain, juga digunakan sebagai tempat sembahyang, maka seluruh penghuni tak boleh mengenakan sepatu saat berada di gedung belajar, namun wajib memakai kaus kaki sebagai gantinya agar terlihat sopan. Begitu pula dengan para teacher. Tapi yang sedikit berbeda, biasanya para teacher menggantinya dengan sandal tidur berbulu yang sangat empuk bila dipakai. Terkecuali saya dan dua teman saya yang tidak menggunakan sandal imut tersebut. Karena kami berpikir hanya tiga minggu disini, jadi tak perlu membelinya. Sandal tersebut sangat lucu dengan hiasan boneka yang berwarna-warni. Berbeda dengan budak-budak, sepatu yang mereka lepas lalu dimasukkan ke dalam tas kecil khusus berwarna biru.